Tak banyak yang harus aku goreskan tintaku pada lembaran yang telah ku basahi dengan air mataku, entah sampai kapan aku harus menangisi kematianku, aku pun lemas karena merasa air mataku telah habis menagisi bahwa aku akan mati besok, mungkin darah pun ikut menggantian air mataku.
Selama aku hidup di dunia yang fana ini, rasa terima kasih sebesar-besarnya ke pada Allah swt yang telah memberikanku pakaian jasad untuk beribadah dan melakukan segala perintah-Nya. Meski aku harus berpaling dengan melakukan hal-hal yang telah di larang.
Saat aku di lahirkan tak banyak yang di anugerahkan tuhan kepadaku. Bodoh, miskin, dan suci yang di bekali untuk menjalani kehidupan di bumi. Namun, sekenario Tuhan aku rubah seenaknya. Menggantikan peranku sebagai makhluk yang tidak tahu diri.
Kesengsaraan yang tercabik-cabik jelang kematianku mengingatkan kepada gambaran akan mendapatkan ganjaran yang setimpal dengan perbuatan yang aku lakukan. Tentu saja terdapat alasan-alasan yang masuk akal, bahkan dengan alasan-alasan yang normatif.
Hanya di baringan tidur pertama kali merasakan secara penuh besarnya peristiwa ini yang secara harfiah menyerbu pikiranku. Seperti juga cengkaman kemuraman yang menguasai jasmaniku.
Ya Allah, apakah aku kembali menghadapmu dengan keadaan suci pula? Dosa yang telah Kau catat tak mampu aku menghapusnya. Meski demikian aku hanya berdo’a hapuskanlah dosa-dosaku. Pun seandainya nyawaku Kau renggut tempatkanlah aku pada tempat yang kau rhidoi.
Sebelum ku meninggalkan tempat ini aku memohon maaf yang sebesarnya kepada ibu dan bapak yang telah membesarkanku sejak kecil hingga akhir hayatku ini. Aku sangat banyak berdosa kepadanya sehingga orang tuaku selalu merasa jengkel, benci, marah. Tetapi kesabaran yang telah mereka buktikan menutup rasa-rasa itu.
Tak sempatku membahagiakan mereka, namun demikian tak banyak yang aku harapkan dari mereka, aku tak butuh nyanyian ataupun hiburan lainnya. Hanya satu permintaan terakhirku ‘kenanglah aku’. jangan pernah menyesal pernah mempunyai anak yang tak pernah membahagian kedua orang tua.
Aku tak tahu takdir tuhan, seandainya aku masih bisa bernafas seratus tahun lagi mungkin akan selalu kujaga nama baik kehormatan keluarga kita. Tersenyumlah ibu, bapak aku selalu di hati kalian.
Kepada tema-teman yang aku sayangi terima kasih selama ini telah memberikanku kepercayaan untuk menjadi partner dalam bercanda atau belajar. Aku tak rela untuk meninggalkan kalian.
Mungkin ketika kita belajar atau bermain, terdapat kesusahan. Tetapi di antara kita selalu memberikan peretolongan terhadap orang yang susah. Disaat kita tidak memiliki uang untuk makan kalian selalu membantuku untuk dapat makan.
Tapi sekarang aku mendapatkan kesusahan. Penyakitku sampai sekarang tak kunjung sembuh. Dokter mengatakan bahwa esok pagi malaikat maut akan menjemputku. Mungkin kalian tak rela melihat ke adaanku seperti ini. Tetapi bagaimanapun kita harus berpisah.
Kasur dan bantal yang selama ini menemaniku setiap hari, akan menjadi saksi bisu atas kegelisahanku untuk menantikan malaikat maut. Entah apa yang harus aku lakukan ketika malaikat maut menjemputku.
Tidak enak rasanya melobi malaikat dengan mengurangi rasa sakit ketika nyawaku dicabut dari jasadku. Tak terbayangkan pula betapa sakit yang kualami. Mungkin semua makhluk yang soleh telah di kuliti dengan muka yang gembira karena di tunjukan syurga baginya.
Namun, apakah diriku akan menjerit atau hanya tersenyum saja. Malam ini rasanya sangat sunyi seolah-olah telah memberikanku tanda bahwa esok akan benar-benar sampai ajalku.
Tuhan, aku tak kuasa menghadapi semua ini. Tidak ada upaya dan kekuatan selain pertolonganmu. Aku banyak berbuat dosa, dan banyak pula melakukan kemaksiatan. Ampunilah hambamu ini. Hapuskanlah dosa-dosaku.
Aku percaya kepada-Mu bahwa engkau adalah maha pengampun. Aku percaya bahwa aku tidak pantas untuk singgah disurgamu, meskipun aku hanya diluarnya yang di hembuskan. Namun, aku tak tahan pula menahan betapa pedihnya di dalam nerakamu.
Bagiku tulisan hanyalah untaian kata yang tak dapat di ungkapkan dari kata-kata. Namun, hal itu benar-benar terjadi ketika masaku sekarang. Aku tak berani mengatakannya. Bukan aku anak durhaka. Tetapi aku malu untuk mengatakan. Karena aku pikir tak pantas untuk hidup dengan orang tuaku. Kesusahan membuat kalian sengsara.
0 komentar:
Posting Komentar