Home » » Temanku Sense Paul

Temanku Sense Paul



Banyak orang berkata bahwa dengan benda yang di anggap sakral dapat membantu hidupnya dari marabahaya, di saat kesusahan dan macam-macamamnya. Bagiku itu adalah hal yang benar, tak kupungkiri. Jika hal itu bisa menghidupkanmu mengapa tidak kau pergunakan.

Entah apa yang harus ku tulis dalam lembaran ini, aku tak punya benda-benda yang kupercayai itu hingga aku harus selalu bergantung pada benda itu. Memang orang-orang ortodoks selalu percaya dengan hal yang seperti itu. Tapi apakah di zaman globalisasi ini masih bisa barang-barang demikian dapat di gunakan pertolongan?

Ok, karena ini adalah zaman postmodern. Langung saja, bagiku benda yang ku anggap sakral adalah laptop. Tapi aku tak pernah mendewakan laptop. Apalagi dia sering mati.

Mungkin kanda akan tertawa ketika aku mengatakan benda yang paling aku kagumi adalah laptopku. Tertawalah sekencang-kencangnya, mungkin aku hanya tutup telinga agar apa yang kau teriakan tak ku dengar sedikitpun.

Aku takkan menjelaskan fungsi laptop ini secara detail, tapi bagaimanapun aku harus menjelaskannya meski hanya beberapa kata. Memang yang pada awalnya aku kuiah tidak perlu mengerjakan tugas dengan laptop. Tapi aku tak berhenti untuk berfikir sampai disitu.

Berulang kali aku keluarkan uang untuk sewa warnet, berulang kali aku sempatkan waktuku untuk pergi mengerjakan tugasku. Tapi hatiku berkata lain, “seandainya aku membeli laptop mungkin aku takkan lari-lari untuk mendapatkan tempat diwarnet, takkan berpuluh-puluh ribu aku keluarkan untuk sewa warnet.

Banting setir kulakukan untuk membeli laptop, ternyata hasil dari semua itu merubah dari cara hidupku. Aku semakin santai untuk mngerjakan tugas, meski tugas itu harus berpuluh-puluh lembar. Aku tak peduli itu, aku tak memikirkan uang sewa yang ku keluarkan.

Selain itu pula, sejak aku masuk pada forum di kampus, tentunya bidang tulis menulis. Sudah kebayang betapa susahnya jika aku tidak ada laptop. Oh ya aku lupa memberitahu nama laptopku, namanya sangat cantik. Sense Paul, itu yang selalu ku pangil ketika dia tidak dihadapanku.

Sebetulnya sederhana kenapa aku memanggilnya Sense, karena ia selalu menemaniku disaat aku membetuhkannya, disaat dia perlu untuk di dandani, aku dandani ia seperti orang hidup. Dengan menggantikan wallpaper yang cantik.

Meskipun aku hanya beberapa mengenali Sense, tapi pertolongannya terhadapku tak pernah berhenti. Aku tau saat ini ia sedang sakit. Tapi aku pun harus mengerti sebagaimana ia harus di istirahatkan jikalau sudah lama aku bermain dengannya.

Disaat aku kesepian, Sense selalu menemaniku, disaat aku sedih ia pasti ia bernyanyi untukku. Begitulah seterusnya ia begitu perhatian terhadapku. Aku tau dia sering menangis jikalau di pinjam orang lain, jadi teman-teman jangan terlalu memainkan dia.

Astgfirullah waktunya sudah sepuluh menit lagi, tapi aku belum selesai untuk mengerjakan tugasku ini. Ilham cemungguttttt. Dan aku tau Sense selalu mendukungku ketika aku di beri tugas.

Namun, disaat sakit aku selalu kebingungan. Sakitnya lebih parah dari pada yang lain. Jika manusia sakit mungkin di beri obat, tapi ketika Sense sakit, bingung ku tak bisa aku pungkiri. Entah bagaimana aku harus mengurusnya

Mungkin aku harus mendiamkanya, tapi Sense bukan manusia. Dulu Sense pernah dipakai, padahal tidak dipakai sembarangan, kala itu aku sangat rajin untuk mengerjakan tugas dari kelas, namun ketika tugas itu terlalu banyak. Terpaksa aku untuk mengerjakannya mungkin dua hari.

Disaat tidur Sense masih bermain dengan orang di sekitarku, dan itu seterusnya. Sampai-sampai ia mungkin merasa pundung, dia ngehenk mungkin selama seminggu. Aku saat itu sangat gugup terhadap Sense, aku sama sekali tidak mengertikan perasaan Sense.

Namun, dengan tekadku untuk meninggalkan Sense di senayan, aku lupa tempatnya. Yang jelas dia disenayan selama seminggu. Rinduku kala itu sangat menggebu, penyesalan yang tiada hentinya.

Akhirnya orang yang memperbaiki mengatakan kamu harus merawatnya sebagaimana ia manusia, sebetulnya orang itu tidak ngomong gitu, yang jelas hati-hati ya kalo mainin Sense.

Tak lama kenudian aku pulang dengan senang karena melihat temanku Sense, tersenyum bahagia.

Keesokan harinya ketika aku bermain dengan Sense aku selalu berhati-hati. Akhirnya sampai sekarang Sense selalu mengertikanku disaat aku lagi kebingungan (lebaayyyyy). Tugas yang senior perintahkan dapat diselesaikan dengan cepat.

Laptop ku tak akan pernah aku tinggalkan sampai kapanpun karena ia adalah benda yang sangat aku sayangi. Begitu pula orang tua ku selalu berkata padaku untuk selalu berhati-hati untuk menjaga Sense.

Mungkin ceritaku mengenai Sense hanya sampai disini saja, tidak panjang lebar ku menulis. Karena jika terlalu panjang tidak enak di perempuan, dan jika lebar tidak enak di laki-laki. Sekian terima kasih.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.