Home » » Hukum Konsensus Adalah Subjektif

Hukum Konsensus Adalah Subjektif




Pembuatan hukum yang dipakai hingga saat ini masih diperlukan analisa yang panjang. Sebab, hukum yang dianut oleh suatu negara, kelompok maupun individu masih belum bisa dipahami dengan baik, entah objektif atau subjektif.

Hukum yang dipakai hingga saat ini tergantung kepada apa ia percaya. Sebab, manusia primitif yang tak memiliki hukum ia percaya terhadap alam yang di usung oleh akal budinya. Misalnya, melihat penyiksaan yang dilakukan oleh seorang suami terhadap istri akan langsung berefek bahwa siksa adalah sakit.

Maka, untuk menghindari sakit, manusia primitif akan menganggap kesakitan tidak boleh ada. Secara tidak sadar, masyarakat tersebut akan menyadari bahwa penyiksaan dilarang oleh warga tersebut.

Menanggapi hal yang subjektif atau objektif, hukum konsensus adalah hukum subjektif yang dilakukan secara kolektif. Pemberian makna mengenai sakit tidak hanya dirasakan oleh satu orang saja, melainkan oleh beberapa orang yang berada disekitarnya.

Namun, setelah banyak agama “turun” ke bumi. Memiliki pandangan yang hampir tidak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan oleh orang yang primitif. Mengapa tidak, semua agama melarang orang melakukan penyiksaan terhadap orang lainnya. Hanya tafsir terhadap hukum agama melahirkan berbagai perbedaan pendapat

Dari berbagai keputusan yang diambil berdasarkan gerakan secara kolektif, maka hukum tersebut objektif. Dimana hukum tersebut tidak akan bisa dibantahkan oleh hukum apapun. Meski berbeda hanya penafsirannya saja. Berbeda pendapat pada penafsirannya kita tidak dapat menyalakannya. Terkecuali, jika kita berbeda 360 derajat.

Pada intinya hukum konsessus adalah hukum yang subjektif yang dilakukan bersama, kemudian menjadi objektif. Keduanya terkandung dalam hukum yang dianut oleh manusia hingga sekarang.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.